Perkembangan konsumsi daging,
termasuk daging sapi ditandai oleh meningkatnya persediaan daging yang
sebagian berasal dari impor, baik dalam bentuk impor daging dan jeroan
ataupun melalui impor sapi bakalan (feeder cattle). Usaha agrobisnis
bidang peternakan telah berkembang sejak tahun 1990-an. Hal ini ditandai
dengan semakin bertambahnya perusahaan yang bergerak dalam bidang ini,
baik berupa perusahaan-perusahaan importir daging, perusahaan
penggemukan (feedloters), tempat pemotongan, distributor dan bahkan
pengecer.
Agribisnis ternak sapi potong di
Indonesia dicirikan oleh sektor produksi yang secara dominan merupakan
kegiatan petani peternak skala kecil (peternakan rakyat).
Agribisnis dalam hal ini terdiri atas empat sektor yang secara ekonomi saling terkait, yaitu :
- Sektor input
- Sektor produksi usaha tani
- Sektor output yang mencakup produksi dan distribusi
-
Eceran (retail)
Kecenderungan akan permintaan
daging sapi yang meningkat khususnya di Asia Tenggara telah membuka
peluang terutama bagi negara Australia yang merupakan produsen daging
sapi yang mempunyai daya saing tinggi. Jadi, di satu sisi terdapat
produsen domestik yang diliputi berbagai kelemahan sehingga kurang
tanggap terhadap peluang yang terbuka, sedangkan di sisi lain terdapat
produsen kuat mancanegara dengan struktur agrobisnis yang sudah baik
dari hulu hingga hilir dan sangat responsive terhadap peluang pasar.
Industri sapi potong Australia
merupakan yang terbesar ke enam, sementara dalam ekspor merupakan yang
terbesar di dunia. Basis populasi sapi potong di Negara ini merupakan
beef breeds, terutama persilangan antara zebu dengan sapi inggris dan
telah dikembangkan sejak lama sehingga mempunyai keunggulan-keunggulan
dalam daya adaptasi, pertumbuhan dan kualitas daging yang di hasilkan.
Selama ini kapasitas produksi
dalam negeri perkembangannya lambat dan hal ini terkait dengan struktur
produksi yang kurang kondusif bagi kegiatan investasi dan penerapan
teknologi maju. Kapasitas produksi pada dasarnya meningkat melalui
peningkatan populasi sapi dan peningkatan efisiensi atau
produktivitasnya. Proses biologis yang terkait dalam hal ini yaitu
perkembangbiakan (reproduksi) ataupun pemuliaan (breeding). Penggemukan
sapi dengan bakalan asal impor pun kini telah menjadi jawaban logis
terhadap permasalahan dalam negeri yang kerap dihadapi dewasa ini,
terlebih-lebih dikaitkan dengan kecenderungan kearah perdagangan bebas.
Berbagai pemikiran maupun
langkah-langkah operasional untuk mentransformasikan sektor produksi
peternakan rakyat ke arah sistem yang berdaya saing sebenarnya telah
banyak dikemukakan. Dewasa ini strategi yang dianut oleh direktorat
jenderal peternakan mencakup antara lain yang disebut sebagai
konsolidasi peternakan rakyat dan kemitraan. Strategi yang diperkenalkan
dengan istilah kemitraan atau peternakan inti rakyat, dimaksudkan
sebagai upaya pengembangan yang dilandasi kerjasama antara perusahaan
peternakan dengan peternakan rakyat. Pengertian kerjasama ini tentunya
harus mengandung makna bahwa kedua belah pihak memperoleh keuntungan.
Investor atau perusahaan peternakan dapat menjalankan bisnisnya dengan
baik dan dipercepatnya penerapan teknologi pada peternakan rakyat,
permasalahan permodalan, pemasaran dan perkembangan terkait dapat di
atasi.
Dengan iklim persaingan yang
semakin meningkat, peningakatan kapasitas produksi peternakan sapi tidak
boleh hanya menyandarkan pada peningkatan populasi, tetapi sekaligus
memerlukan juga peningkatan produktivitas. Dalam peningkatan
produktivitas, faktor-faktor manajemen, mutu genetik dan nutrisi ternak
perlu dikombinasikan secara baik. Dapat juga dikatakan bahwa peningkatan
produktivitas untuk meningkatkan daya saing memerlukan kombinasi
manajemen dan teknologi.
Dalam usaha pembibitan atau
program pemuliaan pada prinsipnya memerlukan dua pendekatan yaitu
seleksi dan persilangan yang didasarkan pada keunggulan genetik individu
sapi. Sementara dalam hal penggemukan pemilihan bakalan yang baik dan
mempunyai prospek untuk digemukkan merupakan salah satu faktor penting
disamping faktor lain seperti manajemen pangan dan kesehatan.
Potensi Investasi Sektor Peternakan Provinsi Aceh
|
||
Sapi:
- Aceh Barat Daya (2.661 ekor/thn)
- Aceh Besar (101.490 ekor/thn)
- Aceh Selatan (1.028 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (32.365 ekor/thn)
- Aceh Timur (54.325 ekor/thn)
- Aceh Utara (142.461 ekor/thn)
- Bener Meriah (581 ekor/thn)
- Bireuen (73.933 ekor/thn)
- Gayo Lues (3.990 ekor/thn)
- Kota Langsa (17.328 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (5.786 ekor/thn)
- Nagan Raya (15.711 ekor/thn)
- Pidie (124.323 ekor/thn)
- Kota Sabang (112.428 ekor/thn)
- Simeulue (1.601 ekor/thn)
- Aceh Tengah (5.432 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (35.137 ekor/thn)
|
Kerbau:
- Aceh Barat Daya (20.161 ekor/thn)
- Aceh Besar (35.134 ekor/thn)
- Aceh Selatan (6.671 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (470 ekor/thn)
- Aceh Timur (45.995 ekor/thn)
- Aceh Utara (12.033 ekor/thn)
- Bener Meriah (2.611 ekor/thn)
- Bireuen (7.780 ekor/thn)
- Gayo Lues (12.872 ekor/thn)
- Kota Langsa (1.308 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (842 ekor/thn)
- Nagan Raya (31.088 ekor/thn)
- Pidie (85.710 ekor/thn)
- Kota Sabang (2.553 ekor/thn)
- Simeulue (38.794 ekor/thn)
- Aceh Tengah (23.438 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (3.386 ekor/thn)
|
Kambing:
- Aceh Barat Daya (56.484 ekor/thn)
- Aceh Besar (70.212 ekor/thn)
- Aceh Selatan (13.470 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (19.835 ekor/thn)
- Aceh Timur (66.464 ekor/thn)
- Aceh Utara (123.089 ekor/thn)
- Bener Meriah (6.067 ekor/thn)
- Bireuen (60.732 ekor/thn)
- Gayo Lues (3.872 ekor/thn)
- Kota Langsa (1.244 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (7.377 ekor/thn)
- Nagan Raya (34.898 ekor/thn)
- Pidie (127.041 ekor/thn)
- Kota Sabang (6.238 ekor/thn)
- Simeulue (9.003 ekor/thn)
- Aceh Tengah (6.813 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (7.998 ekor/thn)
|
Domba:
- Aceh Barat Daya (2.661 ekor/thn)
- Aceh Besar (25.192 ekor/thn)
- Aceh Selatan (1.584 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (2.636 ekor/thn)
- Aceh Timur (10.565 ekor/thn)
- Aceh Utara (21.339 ekor/thn)
- Bener Meriah (71 ekor/thn)
- Bireuen (4.912 ekor/thn)
- Gayo Lues (3.990 ekor/thn)
- Kota Langsa (466 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (1.919 ekor/thn)
- Nagan Raya (1.281 ekor/thn)
- Pidie (4.912 ekor/thn)
- Simeulue (6 ekor/thn)
- Aceh Tengah (3.272 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (8.341 ekor/thn)
|
Sapi Perah:
- Aceh Besar (28 ekor/thn)
|
Ayam Buras:
- Aceh Selatan (267.922 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (173.018 ekor/thn)
- Aceh Timur (369.455 ekor/thn)
- Aceh Utara (2.797.217 ekor/thn)
- Bener Meriah (162.868 ton/thn)
- Bireuen (633.103 ton/thn)
- Gayo Lues (56.128 ton/thn)
- Kota Langsa (1.410.068 ton/thn)
- Kota Lhokseumawe (87.552 ekor/thn)
- Nagan Raya (661.062 ekor/thn)
- Pidie (2.752.660 ekor/thn)
- Simeulue (149.824 ekor/thn)
- Aceh Tengah (167.810 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (302.906 ekor/thn)
|
Ayam Pedaging:
- Aceh Selatan (26.003 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (2.250 ekor/thn)
- Aceh Timur (48.690 ekor/thn)
- Aceh Utara (487.104 ekor/thn)
- Bener Meriah (20.083 ekor/thn)
- Bireuen (71.001 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (34.479 ekor/thn)
- Pidie (75.600 ekor/thn)
- Aceh Tengah (171.216 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (39.380 ekor/thn)
|
Ayam Pedaging:
- Aceh Selatan (26.003 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (2.250 ekor/thn)
- Aceh Timur (48.690 ekor/thn)
- Aceh Utara (487.104 ekor/thn)
- Bener Meriah (20.083 ekor/thn)
- Bireuen (71.001 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (34.479 ekor/thn)
- Pidie (75.600 ekor/thn)
- Aceh Tengah (171.216 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (39.380 ekor/thn)
|
Itik:
- Aceh Selatan (37.670 ekor/thn)
- Aceh Tamiang (57.121 ekor/thn)
- Aceh Timur (81.395 ekor/thn)
- Aceh Utara (583.921 ekor/thn)
- Bener Meriah (13.309 ekor/thn)
- Bireuen (356.860 ekor/thn)
- Gayo Lues (10.156 ekor/thn)
- Kota Langsa (21.011 ekor/thn)
- Kota Lhokseumawe (16.735 ekor/thn)
- Nagan Raya (159.658 ekor/thn)
- Pidie (456.786 ekor/thn)
- Simeulue (17.749 ekor/thn)
- Aceh Tengah (36.968 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (182.003 ekor/thn)
|
Kuda:
- Aceh Tengah (1.862 ekor/thn)
- Gayo Lues (359 ekor/thn)
- Aceh Tenggara (198 ekor/thn)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar